Tuesday 5 September 2017

Ingin Jadi Teroris

Seorang guru berkata: anak itu tak mungkin jadi teroris.

Lucu. Bahkan teroris tak mau jadi sepertinya.

Setiap berita menunjukkan hasrat yang berbeda. Bahkan untuk penjagal berbaju hitam, hasrat mereka ada. Hanya berbeda.

Adakah teroris yang bernyanyi dengan senyap setiap malamnya? Berusaha menangis namun tak pernah bisa.

Mungkin ia terlalu sibuk membunuh dirinya. Hingga tak cukup waktu membunuh manusia tak berdosa.

Anak itu sehari becerita lewat pena-pena. Bahwa ia tak yakin, mana benar mana salah.

Berita-berita hanyalah mengabarkan hal-hal pasti. Pasti benar pasti salah. Dan dia diantaranya.

Baginya itu bukan pujian maupun kutukan. Hanya semilir angin yang tak berbobot sama seperti hari lainnya.

Satu hari ia pernah memuji para teroris bengis. Bahkan iri, akunya.

Hidup yang berwaktu setidaknya punya makna untuk dikejar. Namun hari-harinya hanya duduk diam depan meja belajar.

Tak pernah ada meja kantor yang terisi meski tak satupun absen walau sehari.

Sebab duduk orang-orang adalah terbang. Dan tidur para pekerja adalah mimpi.

Setidaknya, setiap insan punya sesuatu untuk dikejar. 

Dan anak itu, hanya diam tak mendengarkan.

No comments:

Post a Comment