Di scene-scene film Bollywood, kita bisa melihat seorang pria tanpa payung. Berjalan tenang dengan satu pandangan yang menentukan arahnya. Tentu para piguran, entah bisa jadi ayah, ibu, saudara, teman, paman, bibi, sepupu yang patah hati; semuanya dari keluarga wanita. Mereka kaget melihat kehadiran pria yang di kenal. Di kenal memiliki kisahnya bersama sang wanita. Yang saat itu menangis di bawah naungan payung, merangkul anaknya, di hadapan pemakaman suaminya.
Kisah ini tidak sedramatis itu. Kalau pun hujan, si pria pasti bawa payung. Dan meskipun ia memilih waktu kemunculannya di saat pemakaman sang suami, tak mungkin ia menghampiri kekasihnya yang sedang berduka.
Singkat cerita, ia memilih menghampiri kekasihnya dengan bantuan temannya. Temannya mensiasati waktu seminggu setelah pemakaman. Di sebuah taman untuk makan nasi goreng. Hanya ada sang wanita dan teman-temannya.
Pria itu datang. Hanya satu orang yang paham. Sang kekasih pun sempat tak menyadari siapa pria itu. Setelah menyadarinya, ia masih perlu waktu untuk bertanya, apa maksud kedatangannya kemari. Semua memori yang berbunga-bunga itu, tinggal memori. Bunganya sudah layu termakan waktu. Walau tak dipungkiri ia indah, namun tak tercium lagi wanginya.
"I'm back."
"Well, welcome." Mata kekasih memandang bertanya-tanya. Sedikit ekspresi penuh rahasia. Seperti merasa ia tahu maksudnya.
"Apapun itu dalam benakmu yang berusaha memahami kedatanganku saat ini, aku tak mengharapkan satu pun."
Ia terdiam. Masih bertanya-tanya dan menunggu kalimat selanjutnya.
"You've changed. I've changed. Kita sudah menjalani dua jalan yang betul-betul berbeda. Dulu pun begitu, tapi kita masih membuka jendela untuk saling melihat dan memahami. Hal yang berhenti kita lakukan ketika jalanmu berbelok duluan. Saat ini, aku bisa saja mengira-ngira apa yang kau alami dan rasakan di jalanmu. Istri, anak, apalagi? Tentu aku tak bisa memastikannya seratus persen. Entah bagaimana denganmu. Mungkin kau bisa juga mengira-ngira milikku. Dan tetap, takkan bisa memastikannya. Tidak ada satupun dari kita yang mengenali satu sama lain sebagaimana dulu. Kita sudah terlalu jauh berpisah dan berubah.
"Hmmm... Aku tidak kemari untuk mengajakmu kembali. Kembali ke masa lalu yang sudah kita lupa sebagiannya. Tak perlu lah kita membicarakan kembali keinginan yang emosional itu. Aku hanya ingin bertanya satu hal. Dalam jalurmu yang sedang mulai kau setir sendiri ini, apa kau memiliki sebuah keinginan? Apa rencanamu setelah ini? Apa yang ingin kau capai?"
"Kenapa kau bertanya soal ini? Apa yang kau inginkan dari jawabanku?"
"Tidak ada. Aku bertanya agar tahu langkahku selanjutnya. Agar tahu, apa yang harus atau bisa kulakukan."
"Untuk apa?"
"Untukmu."
__________
Desember 2017
No comments:
Post a Comment