Dalam sebuah pertemuan dengan orang-orang baru, dapat dipastikan setiap orang memiliki stigma tertentu yang dilekatkan kepada orang tersebut. Adapun faktor-faktor yang melandasi adanya stigma itu ialah mulai dari gaya berpakaian dan berbicara, pola pikir, posisi dalam jabatan tertentu, dan sebagainya. Rentetan pengalaman kehidupan setiap individu melahirkan berbagai macam tafsir mengenai yang lain darinya (orang baru), sehingga mau tak mau secara sadar atau tak sadar sebuah persepsi mulai terbentuk ketika menemukan beberapa kesamaan orang satu dengan yang lainnya. Seperti pernyataan Levinas: “Relasi saya dengan orang lain sebagai sesama (manusia) memberikan makna pada relasi saya dengan semua orang lain lagi” (Being for the Other, Is It Righteous to Be?, hal 116). Hal inilah yang penulis rasakan –dengan situasi serta nuansa baru- ketika pertama kali mengikuti kegiatan magang perkuliahan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Zahra
thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...
-
“Aku tak menyembah-Mu untuk menghindari neraka, karena itu ibadah para budak. Aku tak menyembah-Mu untuk mengejar surga, sebab itu ibadah pa...
-
Aku memiliki sebuah bintang penyesalan Yang memancarkan kekecewaan Sejauh tiga ribu tahun aku punya perasaan Ia duduk tepat di atas dadaku M...
-
Ada yang namanya bahasa universal. Sebuah bahasa yang kata-nya abstrak dan tak ada satandarnya kaya di kamus. Salah satunya air mata. Tak pe...