Iman bagiku terlihat seperti cinta. Karena mereka yang terjangkit penyakit ini tak ubahnya melakukan penyerahan diri pada yang diimani; dicintai.
Ketika tuhan memasuki ranah iman, maka kemanusiaan menjadi output yang kuukur. Karena mencintai tuhan berarti menjadi pelayannya. Mencintai tuhan akan menyambungkan kita dengan kecintaan-Nya pada manusia.
***
Perut lapar, menjadi yatim perang, peluh mencari nafkah keluarga; semua menyayat hati kemanusiaan yang sadar bahwa tempat manusia sudah seharusnya lebih baik dari itu.
Membenci kemiskinan adalah fitrah kemuliaan manusia.
Dunia dengan segala sistemnya membuat tuhan seakan menciptakan bumi dalam keadaan serba kurang. Kalau ia maha kaya dan menggambar benua dengan kekayaan sedemikian rupa, kenapa masih ada yang menadah receh di simpang perempatan? Dan pemangku kekuasaan spiritual masyarakat berbusa mengajak doa meminta sabar akan perut yang lapar. Ya, perut kenyang memang buat kita malas dan bodoh.
Disini pembelaan tuhan kulontarkan. Bahwa manusia terbawa arus babi pemakan segala. Sehingga banyak rerumputan, buah-buahan, bahkan tai yang bukan miliknya ikut dimakan. Semua sudah cukup jika politik tak digunakan untuk membabikan diri.
Ada yang tak beres di dunia sehingga Luna harus menyisihkan waktu mainnya untuk berjual tisu di mesjid megah universitas.
Berbekal hati, terendus sendawa babi memakan iman dengan agamanya.
Kujadikan air mata ini sebagai tolak ukur keimanan
Malming, Haret Hreik
No comments:
Post a Comment