Getar tubuh itu menggambarkan tipisnya suhu udara yang menyelimuti kolong jembatan.
Tidak ada gerakan tangan bocah menarik selimut seperti yang kita lihat di kamar adik. Lengan kasar Budi tidak pernah mengingat ada lembaran kain lebih yang menghangatinya tiap malam. Tepukan refleks dari hinggapnya nyamuk adalah satu-satunya yang bisa kau lihat dari keluguan bocah ini.
Anehnya, dia lelap. Tak mengigau, sejauh kulihat. Apalah yang ingin di-igaukan? Aktifitas di sepanjang jalan protokol ibu kota tak menyisakan waktu untuk berpikir banyak hal. Hanya kelelahan yang akan ia hitung menjelang malam, bukan dongeng si pitung sebelum tidur.
Aku terus melihatnya, meski dalam mimpiku sendiri. Seonggok tubuh calon fisikawan yang tak bermimpi, tapi mengusik mimpi pejabat dalam tidurnya selepas rapat. Mungkin itu sebab aparat getol melakukan pembersihan trotoar dengan tongkat.
Budi lelap, mungkin sebab ia hidup dengan cukup. Cukup sibuk mencari makan meski tak sampai setengah nampan. Paling tidak lapar hilang, dan bisa lanjutkan perjalanan--cari makan. Lalu apa yang membuat pejabat kehilangan tidurnya di mer-c selain sirine motor yang mengawalnya? Mungkin pencarian yang tak kunjung henti sebab ia tinggalkan apa yang seharusnya jadi akhir pencarian. Budi dan Intan yang tak berkesempatan mengetuk kaca mobil menawarkan berita tentang dirinya di selembar koran.
Aku beranjak pergi ingin mengakhiri mimpi indah ini. Mimpi indah tentang tuhan yang berhasil menaruh segala pada tempatnya. Kelaparan yang menjadi mimpi, bukan lagi kesuksesan yang buat mulut berseri.
Satu dua langkah membelakanginya, sebuah kata terdengar lemah. Budi mengigau. Kaget akan sisa pikiran yang ada membuat anak ini mengigau, kuberhenti dan mendengar dengan seksama.
"Si budi murung.. menghitung laba.."
Hah, kukenal lagu ini. Suara seniman rupanya mengisi harinya alih-alih merangkai cita-cita. Sebuah lagu yang mendendangkan namanya mungkin adalah favoritnya. Memang kapan lagi bocah di bawah tugu pancoran menjadi terkenal selain diiringi alunan gitar? Cuman seniman yang bisa lakukan. Terima kasih Bang Iwan.
Kamis 15/12
Balkon mencapai 10°