“Aku tak menyembah-Mu untuk menghindari neraka, karena itu ibadah para budak. Aku tak menyembah-Mu untuk mengejar surga, sebab itu ibadah para pedagang. Aku menyembah-Mu karena Kau layak untuk disembah. Inilah ibadah orang yang bebas.”
(Ali The Commander of The Faithful)
Diatas adalah pernyataan super sombong dari seorang yang hidup ribuan tahun lalu.
Sebelum sains merasa keberadaannya berhasil mengencingi beragam agama, juga liberalisme yang membuat banyak muslim merasa harus menegaskan kebebasannya dalam menyerahkan diri pada hukum islam—Ali, Sang Komandan sudah mengikrarkan kebebasannya. Ia tak menunggu manusia mencemooh perbudakan manusia oleh tuhan untuk menjelaskan, bahwa dalam keadaan bebas pun, ia tetap memilih tunduk pada tuhan.
Ditambah pernyataannya berikut ini: “If you remove the veils between me and Allah, it will not increase my iimaan at all.” (Jika kau singkirkan hijab antara aku dan tuhan, takkan bertambah imanku sedikitpun)
Dengan ini ia mengabarkan telah final kepercayaannya terhadap tuhan.
///
Idealnya, kita mengatakan sesuatu yang tegas berdasar keyakinan dan alasan yang kuat. Lantas, ada apa dibalik klaim Ali atas keberpihakan totalnya terhadap tuhan?
Jika ditelisik dari sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan Ali, kita bisa menemukan beragam ungkapan yang ketika dipikir ulang, terlalu futuristik untuk jamannya.
Semisal ini: “Everyone who dies will see me whether he is believer or not.” (Siapapun yang mati akan melihatku baik ia pemercaya [mukmin] atau bukan) Seakan ia adalah penjelajah waktu yang kembali ke sahara.
Atau: “Sesungguhnya manusia sedang tertidur, dan ketika mati, mereka terbangun.” Sekarang ia jadi penjelajah kematian.
Manusia satu ini bukan orang biasa.
///
Yang menarik adalah membahas apakah benar bahwa sains dan agama itu bertentangan? Apakah benar sains membuktikan hal yang tak bisa dibuktikan agama? Apakah benar sains saat ini menjadi satu-satunya pemangku kebenaran dalam misteri kehidupan?
Seperti diceritakan Karen Armstrong dalam Sejarah Tuhan, pada mulanya manusia menciptakan konsep tuhan dan kebertuhanan dalam rangka menenangkan dirinya melihat keajaiban alama (nature) yang tak mereka pahami. Hal ini terus berlanjut sampai muncul orang-orang dalam sejarah yang benar-benar mengaku bahwa tuhan itu ada, dan dia adalah utusannya. Yang awalnya tuhan muncul sebagai penjelas jalannya alam, kini ia muncul sebagai sebuah hukum dan cara hidup (agama).
Sekarang, setelah sains bebas dan berkembang, banyak sekali misteri terpecahkan. Dalam artian dapat manusia pahami dengan modal logika bawaannya. Sebab-akibat mulai dipahami. Jadi sebab awal munculnya tuhan dalam benak manusia sudah ternihilkan. Sudah tak lagi bisa dipraktekan. Meskipun sains masih punya banyak PR dalam membaca dunia.
Namun sains berkembang ketika agama atau kebertuhanan sudah berkembang menjadi suatu hukum dan cara hidup--bahkan tren. Dan sains pun begitu. Disini letak perseteruan pengikutnya.
Tak perlu kita bahas kenyataannya, bahwa banyak saintis dan agamis mengikuti kedua cara hidup bersamaan.
Ini juga menarik, kembali pada ucapan Sang Komandan. Yang futuristik (pada jamannya), dan bisa dikata saintifik jika melihat penemuan sains kekinian.
"Your sickness is from you, but you do not perceive it and your remedy is within you, but you do not sense it. You presume you are a small entity, but within you is enfolded the entire Universe. You are indeed the evident book, by whose alphabet’s the hidden becomes manifest. Therefore you have no need to look beyond yourself. What you seek is within you, if only you reflect."*
Sebagai contoh kalimat pertama. Manusia punya sistem regenerasi sel dalam tubuhnya (google cuy). "Percayalah pada metabolisme ajaib dalam tubuh manusia dalam menyembuhkan dirinya," kata Dr Patch Adams pada kawan-kawannya. Dr Strange pun tak percaya mendengarnya.
Ketika Ali mengatakan bahwa keyakinannya final, dan ia menyembah tuhan karena bebas, pernyataan diatas adalah bukti pemahaman saintifik yang membebaskannya (mengikuti klaim pembebasan sains).
Sains membebaskan manusia dari gelapnya ketidaktahuan. Seperti apa yang dirasakan Ali ribuan tahun lalu sampai ia ingin terus bersujud.
Lebih jauh, tuhan berhutang pada sains. Sebab dengan itu manusia tak lagi menjilatnya untuk gemerlap surga dan menghindari neraka. Dan dalam kondisi kesadaran penuh dengan bagaimana alam ini berjalan (termasuk manusia di dalamnya) sulit rasanya ekstrimisme atas nama agama berkembang.
///
Dunia tanpa agama mungkin akan niscaya, jika umur manusia cukup panjang dengan kemajuan sainsnya.
Sebab ketika sains berhasil menelanjangi sistem alam materi, tidak merusak diri dan lingkungan bukan lagi perintah tuhan, tapi kewarasan yang sadar. Dan ketiadaan agama sebagai label komunitas, tak lantas menghilangkan kebertuhanan. Karena Ali yang kembali dari masa depan pun tetap menegaskan kehambaannya. Baginya, sains dan tuhan saling melengkapi, tidak saling menihilkan.
Mungkin akhirnya akan datang pertanyaan, "Sisi apa yang dilengkapi tuhan dalam lingkungan saintifik?" Itu sudah masuk ke pembahasan (alam) lain. Yang moga bisa gue bahas.
*Terjemah: Sakitmu berasal dari dirimu sendiri, tetapi engkau tidak merasakannya dan obatnya berada dalam dirimu, tetapi engkau tidak merasakannya. Engkau merasa dirimu sebagai makhluk yang kecil, tetapi seluruh jagad semesta raya berada dalam dirimu. Engkaulah buku yang terbuka, dimana abjad di dalamnya merubah yang tersembunyi menjadi terlihat. Maka engkau tidak perlu melihat diluar dirimu. Apa yang engkau cari ada di dalam dirimu, jika saja engkau bercermin (melihat ke diri sendiri).
2 comments:
iseng bentar baca di atas, jadi inget ajarannya atheis, yang barangkali bung tau juga, bahwa agama dan tuhan adalah bikinan manusia akibat dari suatu keadaan masyarakat dan susunan ekonomi (walaupun aku sendiri lebih suka katakan gegara sistem)-pada suatu zaman yang tidak sempurna-makanya ada dewa, dsb-
naah..memang ketika dihubungkan agama dengan sains, aku kadang masih renungin-seringnya di atas kloset-mungkin gegara bacaan falsafatuna (yang belum tuntas-karena otodidak wkwkw), atheis, walaupun iyah aku sendiri sepakat juga katanya Imanuel Kant “langit berbintang di atasku, hukum moral di batinku”-tapi sebetulnya inti pertanyaan saya gini bung mad, di mana titik temunya metafisika ketika dihubungkan atawa saling melengkapi dengan material dalam hal ini, alam, sains..
Menurut lo gimana sekarang bung? Gue sendirj belum nemj jawabannya. Dan ini menarik untuk didiskusikan.
Post a Comment