Friday 3 July 2015

Bahasa yang Terlupakan

Ada yang namanya bahasa universal. Sebuah bahasa yang kata-nya abstrak dan tak ada satandarnya kaya di kamus. Salah satunya air mata. Tak perlu satu kewarganegaraan atau satu keluarga untuk tahu apa yang dirasakan--bahkan dialami--mereka yang meneteskan air mata. Cukup melihatnya atau mendengar isak tangis, kita paham situasinya, bahkan kejadiannya. 

Lain lagi bahasa antusiasme. Dalam sebuah kelompok dengan satu pemimpin, hasrat dan semangat pemimpin sangat berpotensi mempengaruhi yang lain. Sebenarnya tak hanya ketua, tapi pemimpin aslinya punya pengaruh lebih besar dari yang lain. Siapa yang betah dengan mobil yang sopirnya terus mengeluh soal kemana mereka akan pergi? Sebaliknya, malas dan jenuh bisa dibunuh dengan cerita dan cara si sopir mengedarai mobil menuju tujuan. Dalam medan perang, teriakan panglima akan membawa pedang prajurit mengayun dengan mantap.

Setelah perang Iran-Irak selama delapan tahun dan berakhir dengan genjatan senjata, banjir kritik menimpa pemimpin tertinggi Iran kala itu, Ayatullah Khomeini. Dari dalam dan luar negeri, seakan bertanya, "Kenapa mempertahankan perang dan perbatasan untuk sebuah genjatan senjata? Kau mengorbankan nyawa ribuan orang!". Merespon ini, seorang cendikiawan Muslim asal India menuliskan dukungannya pada Khomeini. "Langkah Khomeini sungguh tepat dalam menyapa pasukan Irak--bersama pendukung logistiknya dari Eropa, Amerika, dan Israel. Lewat perlawanan prajurit Iran selama delapan tahun tanpa kekalahan, Khomeini ingin berpesan pada penguasa dunia bahwa, tentara barat yang mengantongi foto pacarnya berbikini sama sekali bukan tandingan tentara Islam, yang mengantongi duplikat Quran, dan merindukan kematian" katanya.

Seorang yang mengaku anak punk berkata pada saya, "Punk yang di jalanan itu sebenarnya bukan sekedar gaya-gayaan. Mereka ngecat rambut, hidup di jalanan, menarik perhatian sebenarnya berusaha menyampaikan pesan pada pemerintah dan orang-orang agar memalingkan pandangannya melihat ada apa di jalanan, bahwa negeri kita ini lagi sakit!".

Bahasa adalah perantara kita untuk memahami sesuatu. Di sini, di tempat kita hidup, banyak bahasa yang tak menggunakan kata-kata. Menuntun kita untuk memahami sesuatu dan segalanya, tak hanya sekedar tahu. Sadar-tak sadar kita sering menggunakannya. Hanya, sedikit yang peduli.

Ditariknya fokus dan perhatian kita ke hal-hal kecil bahkan ke rangkaian kata di kitab dan buku pelajaran membuat rasa yang mengilhami tindakan, sedikit-sedikit pudar. Kita dibuat sibuk dengan hal-hal yang tak nyata dan rekayasa. Uang, jabatan, trend, pekerjaan, ijasah, nilai, dsb mengalihkan kita dari hidup untuk sekarang. Hidup untuk saat ini, di sini.

Ada sebuah mega proyek dunia untuk memisahkan manusia dari bahasa dunia. Membuat kita merasa puas dengan capaian-capaian materialistik seperti deretan angka dan tanda tangan di selembar kertas. Memisahkan manusia dari suara-suara Tuhan yang tak tersentuh kata-kata. Ini membelokan tujuan penciptaan khalifah di bumi, dari menjadi Manusia seutuhnya jadi robot tak berperasaan. Tak salah jika menyebutnya skenario Iblis dalam persaingannya dengan Tuhan.

Bahkan Nabi Muhammad pun tak membaca buku untuk jadi selevel nabi. Ia pergi ke gua dan mengenal Tuhan lewat suara hewan melata di padang pasir. Suara kepakan sayap burung pemakan bangkai di angkasa. Desis semilir angin yang mengantarkan doa. Lewat degup jantungnya yang memompa darah ke seluruh tubuh. Dengan suara gemuruh lambungnya yang kelaparan. Dalam keheningan mulut, ia mendengar Tuhannya.

Jadi, keluar lah. Keluar dari ruangang persegi kelas. Keluar dari rutinitas yang menggilas. Buka lebar-lebar gerbang rumahmu dan menengoklah. Tengok kanan-kiri, kau akan lihat jalanan beraspal yang kasar. Lalu, menangislah. Biarkan air matamu membasahi jalanan sampai licin. Berselancar lah mengikuti aliran air matamu yang mengalir ketempat yang lebih rendah dari gedung-gedung tinggi. Tempat Tuhan merajut Makna-Nya bersama orang-orang yang disebut kecil.

Note: kutipan orang mengalami sedikit modifikasi untuk menyesuaikan diri dengan irama tulisan.

13 September 2015

2 comments:

Anonymous said...

Terkadang manusia se"besar" apapun harus menjadi bagian dari orang "kecil" meskipun hanya satu hari atau bahkan satu jam

Anonymous said...

Gambar nya yang lebig menyentuh
Yang sebenernya menggugah rasa dan tersirat penuh makna.

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...