Seorang Pangeran, telah membuat semesta gembira dengan
kelahirannya, dan di saaat yang bersamaan, ia buat bumi meratapi dukanya yang
paling dalam dengan kematian yang dibawanya.
Lehernya yang rapuh diciumi sang Raja, yang juga langsung
menceritakan kisah akhirnya.
Ia lahir dan tumbuh di rumah yang wahyu adalah ibarat udara
yang dihirup untuk hidup.
Ia menyaksikan dan mendengar langsung apa yang di lakukan
dan dikatakan Raja baik untuk diri sendiri, orang lain, bahkan kepada Tuhannya.
Prilaku dermawan nan indah dan sempurna sang Rajalah yang menghiasinya.
Kekuatan, ketangkasan, dan keberanian sang Ayah telah
mengalir di nadinya.
Cinta kasih sang Manusia Wanita memenuhi hatinya.
Tak pelak, Tuhan pun selalu bersamanya, dan ia selalu
bersama Tuhan, atau Mereka adalah sebuah kesatuan.
Dialah pemilik darah yang terus akan mengalir sampai hilangnya
pijakan.
Dimana darah yang menjadi satu-satunya darah yang terus
mengalir diluar jasad sucinya.
Darah yang karenanya, tanah yang kotor berdebu, dirindukan,
di tangisi, seperti bayi yang merindukan susu ibunya.
Tidakkah kau terheran-heran?
Tidakkah kau bertanya-tanya?
Siapakah dia?
Siapakah dia yang membuat kuburannya, menjadi perkumpulan
terbesar ummat manusia sepanjang zaman?
Siapa yang ancaman tiran, tidak pernah akan dan bisa meredam
suara yang meneriakkan namanya?
Siapa yang pasir bekas pijakkannya, dicari, diutamakan,
diperjual-belikan, menjadi obat jasmani dan rohani, dan bahkan menjadi
sebaik-baiknya penyembuh?
Siapa yang kisah kematiannya menembus tujuh lapis langit dan
bumi?
Membuat malaikat histeris, menangis, bahkan sang iblispun
terheran dengan perbuatan si pembunuh?
Siapakah dia yang membuat setiap tanah adalah tanahnya, dan
setiap waktu adalah dukanya?
Siapakah yang kabar kematiannya, membuat punggung sang kakek
bergoncang saking sedihnya?
Siapakah yang adik, sepupu, dan sahabat-sahabatnya dibantai
dalam keadaan haus di depan matanya?
Ketika anjing dan kuda mandi dengan enaknya di aliran furat?
Saat panggilannya tidak ada yang menyahuti?
Yang memilih mati mulia ketimbang hidup dengan hina?
Siapa yang menangisi nasib pembunuhnya kelak di hari yang di
janjikan?
Dengan ajakan untuk bertaubat dan kembali kepada jalan yang
sebenarnya?
Siapa yang dengan tabah, adik perempuannya, di hadapan jasad
terpotong sang kakak, berkata: Tuhan, terimalah dari kami kurban ini.
Siapa yang kisahnya, tangisannya, perjuangannya, memenuhi
udara setiap zaman. Yang masih menanti kemunculan sang Penuntut balas?
Siapa yang namanya menajdi alasan bagi setiap pribadi untuk
merdeka, bebas, bangkit, dan mendobrak setiap pintu berhala?
Siapa yang demi tatapannya, si buta, si tuli, dan si lumpuh,
bergandengan, meraba, bahkan merangkak, mengabaikan lepuh yang menghiasi
tangannya, demi menggapai tanah tempat jasadnya diselimuti?
Siapa yang namanya, menjadi “api yang tidak akan padam
sampai hari yang kiamat”?
Siapa yang kisahnya, belum dan tidak akan pernah terjadi
lagi?
Siapakah yang syafaat adalah salah satu hak istimewanya? Yang
dikejar oleh jutaan pecintanya yang merasa dirinya tidak layak, bahkan untuk
menjadi pembantu pecintanya?
Siapa yang karena pengorbananya, kita masih bisa memetik
buah segar dari pohon nubuwah?
Siapa yang pulang, dalam keadaan terpotong-potong, tidak dimandikan
apalagi dikafani? Jasadnya mengering terbakar sinar mentari selama empat puluh
hari adiknya ditawan?
Dialah cucu, sekaligus putra Muhammad Al-Musthafa, pemberi
syafaat para pendosa. Kekasih Tuhan.
Dialah putra dari pasangan dua yang satu, yang telah
disatukan oleh yang Maha Satu, dua contoh manusia, Ali bin Abi Thalib, dan Fatimah
Az-Zahra.
Dialah adik Al-Hasan, kakak Zainab.
Penghulu Pemuda Surga. Yang Syahid di Karbala. Dialah Husain
sang Labbayka ya Husain.
Terinspirasi oleh Husain
Bangil, 12 januari 2014
Muhammad Bahesyti
No comments:
Post a Comment