Friday 31 January 2014

Cak Noris, Kucing, dan Tuhan

Dalam dunia meme internasional, chuck noris adalah salah satu icon yang paling digemari. Entah apa yang ditawarkannya, tapi yang jelas ia menjadi salah satu pelawak sukses abad ini. Semoga kebaikannya dalam menghibur dan melepas penak orang-orang mendapat ganjaran setimpal.

Malam yang cerah. Seorang sahabat mempromosikan warung nasi kesukaannya. Disamping harga terjangkau dan rasa yang mengalahkan kedai junk food , tempat yang unik dan cara pemesanannya yang jarang memang anti-mainstream. Cocok dengan karakter kami, hehe.

Kami duduk diteras depan bank yang sudah tutup sejak sore. Halaman parkir dan teras bank ini memang menjadi area makan yang di sajikan pemilik warung. Kami duduk. Setelah membicarakan makanan dan warung tersebut, seekor kucing datang. Dengan tatapan melas-nya, doi me-ngeong seakan meminta dikasihani. Memang itu tujuannya; makanan. Dalam benak tidak langsung kuptuskan untuk membaginya sedikit ayamku. Namun setelah berpikir yang agak berlebihan aku mulai memotong sedikit ayamku untuknya. Belum selesai, dari sebelah sudah dilempar sepotong daging yang langsung disantap oleh si kucing. Sahabatku mendahuluiku. Nah, puas? Makan yang zen sono. Batinku mengoceh. Tidak lama si kucing balik lagi. Wahh, kalo begini, dikasih ntar balik lagi, gak beres-beres akhirotu. Mau ngusir gak tega, kan gue bukan zionis. Batinku ngomel. Tidak sampai keputusan untuk membagi daging ayam kubuat, dari sebelah sudah dilempar daging ayam lagi. Sampai sini aku mulai berpikir. Seakan Tuhan memberiku shock- teraphy, aku tersadar. Beginilah aku dan kami. Aku yang secara tidak langsung mengatai si kucing “tidak tahu diri” jelas tidak berbeda dengannya. Muncul gambaran dalam benakku bagaimana aku, dan makhluk Tuhan yang lain terus meminta yang kami butuhkan dan inginkan dan terus meminta lagi walaupun sudah dipenuhi-Nya. Dan seperti kejadian tadi pula, tanpa “pikir panjang” Tuhan mengabulkannya lagi. Dan terus seperti itu sampai akhirnya kita tidak bisa meminta apa-apa lagi. Tamat. Maksudnya bukan Tuhan tidak bisa memberi lagi, tapi sudah bukan waktu dan tempat kita untuk meminta sesuatu dari Tuhan.

Sambil tersenyum menyadari kesamaanku dengan si kucing, aku menyesal. Bertekad untuk tidak lagi mengabaikan permintaan siapapun selama aku mampu, bahkan untuk seekor kucing sekalipun. Terima kasih kucing. Aku menunggu si kucing menghabiskan daging yang kedua agar aku dapat membalas yang tadi. Tapi si kucing malah pergi dengan daging keduanya. Hahaha, makin keras aku tersenyum. Mungkin ini teguran, pikirku. Agar kita tidak membuang kesempatan yang datang terus menerus. Tapi Tuhan tetap Tuhan, ia utus kembali si kucing tepat saat nasiku habis dengan ayam yang masih banyak dan sahabatku kehabisan jatahnya. Langsung kulempar sisa ayamku berharap si kucing memaafkanku. Baru ia dekati ayamku ia langsung pergi. Makin keras senyumku yang mulai tertawa. Tuh kan, ini teguran. Hahaha, terima kasih kucing. Terima kasih Tuhan. Dengan cepat sang kucing kembali, menggigit ayam dan lari pergi.

Disini dingin...
Malang, 8 Januari 2014

1 comment:

Anonymous said...

Boleh boleh

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...