Saturday 1 February 2014

Pangeran Persia dan Putri Armenia (2)


Dalam waktu singkat setelah mengenal Syirin, sebelum wafatnya, raja Hurmuz merasa senang dengan kecerdasan dan humor Syirin yang hidup, Syirin pun menikmati persahabatan dan perlindungan seorang ayah. Pasca wafatnya raja, Syirin makin kesepian. Pelayan-pelaya Khusrau yang dikirim ke rumah Syirin kurang bersahabat. Mereka yang pernah diolok-olok pangeran memandang Syirin rendah karena berbikir bahwa pangeran akan jatuh cinta padanya. Dibakar rasa cemburu mereka mulai berulah. Kadang-kadang dengan air mandi yang terlalu panas atau dingin, baju yang ‘tak sengaja’ dirobek, bahkan sampai bangkai di makanannya. Meskipun Syirin tidak curiga dan menganggapnya besar, tapi hari-harinya mulai hancur. Perlahan ia mulai merindukan negrinya.
                Akhirnya Syirin menyesali keputusannya lari dari rumah. Ia merasa bersalah pada bibinya. Baginya, tidak ada alasan untuk tetap tinggal di Persia. Apalagi dengan ketiadaan sang Pangeran. Maka dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak lari lagi dari negrinya, dan ketika Syapur datang menjemputnya, ia sudah lebih dari siap.
Sayangnya, mereka tidak tahu tentang rencana Khusrau kembali ke Persia. Di perjalanan pun mereka tidak bertemu karena Khusrau mengambil jalan pintas dan bukan jalan utama.
                                Mahin menyambut keponakannya dengan senang. Syirin pun menceritakan alasan kepergiannya. “nasib menampilkan permainan lucu,” kata Mahin, “sewaktu kau mencari pangeranmu dia ada disini, dan ketika kau kembali dia ada di Persia.” Ia merenung sejenak, “apapun yang terjadi aku ingin kau berjanji satu hal,” Syirin mengangguk, “jika suatu saat kau bertemu dengan pangeranmu, berjanjilah padaku kau akan berhati-hati bergaul dengannya. Aku khawatir dia hanya mencari kesenangan dunia saja.” Sambil mengancungkan jarinya, menghentikan Syirin yang inign menyela, “ya, aku tahu dia adalah pemuda tampan, menawan, dan cakap. Tapi jika kau benar-benar bertemu denganya, jangan sekali-kali kau menyetujui apa yang dijanjikan kecuali menikah dengannya.” Sangat jelas bahwa Mahin tidak ingin ada keberatan yang diajukan, maka Syirin pun patuh.
                Beberapa hari setelah tiba di Mada’in Khusrau dinobatkan menjadi raja. Meskipun sudah berada di puncak kekuasaan dunia, pikirannya tetap disibukkan dengan Syirin. Setiap hari ia masih memikirkannya. “kapan aku bertemu denganmu?” dalam batinya.
                Di antara perwira istana ada orang bernama Bahram, yang tidak ingin Khusrau berkuasa, dia adalah seorang panglima perang. Dengan inisiatifnya, ia menulis surat pada perwira-perwira terkemuka di istana yang isinya menuduh Khusrau membunuh ayahnya sendiri, dan mengatakan bahwa Khusrau hanya anak muda yang tidak bisa mengurus negeri. Dia juga menambahkan bahwa menurut desas-desus, Khusrau jatuh cinta pada seorang gadis asing, dan lebih mengurusi cintanya daripada negerinya sendiri. Maka demi menyelamatkan negeri dari pemuda yang tidak bisa mengurus negeri dia menyarankan dilakukannya kudeta. Para perwira pun setuju, dan seluruh angkatan perang, di bawah kepemimpinan Bahram, berhasil menguasai ibukota kerajaan. Merasa hilang dukungan untuk dirinya dari teman-teman ayahnya, Khusrau pun lari menuju Armenia. Ia tahu disana akan diterima dengan baik. Dan akhirnya, Bahram pun berhasil merebut kekuasaan.
                Mendengar pergolakan politik di Persia, Syirin khawatir akan nasib Khusrau. Namun, Syapur menenangkannya, “jangan khawatir,” kata Syapur “pangeran adalah pemuda cerdik yang pandai menhindari bahaya.”
                Untuk menghibur sahabatnya, Syapur menyarankan Syirin pergi berburu. Ia tahu Syirin suku berburu. Akhirnya Syirin pergi berkemah sekitar 15 mil jauhnya dari ibukota Armenia, ditemani Syapur dan dayang-dayangnya. Di hari kedua, Syirin melihat seorang penunggang kuda dari jauhmenuju tempatmereka berkemah. Meskipun jauh, dia bisa mengenali bahwa penunggan itu adalah Khusrau yang menyamar sebagai petani dengan jubah putih. Setelah sekian kejadian, akhirnya pasangan ini bertemu. Karena begitu mendadak dan tidak terencana mereka hanya bisa saling tatap dengan malu-malu saat di perkenalkan.
                Khusrau masuk dalam kelompok, yang akhirnya pindah ke pinggir kota untuk berkemah di tempat kesukaan Syirin. Dihadir penyanyi, penari, dan sahabat-sahabat, mereka berpesta sepanjang hari. Tentu saja dua orang yang sedang dimabuk cinta ini tidak tahu sudah berapa lama waktu yang dilalunya.
                Setelah beberapa hari akhirnya mereka bisa berduaan. Menjauh dari pandangan orang lain, duduk berdua di bawah pohon kenari yang pernah menunjukkan lukisan misterius Khusrau, mereka berciuman dan menyatakan cinta satu sama lain. Ketika diminta melewatkan malam bersamanya, Syirin melangkah mundur. “kukira engkau mencintaiku,” kata Syirin mengecam.
                “memang benar, aku mencintaimu,” jawab Khusrau, “itulah sebabnya aku ingin selalu bersamamu.”
                Menggigit bibir, Syirin berusaha menyembunyikan kemarahannya, namu suaranya bergetar “ini bukan cinta, ini nafsu! Jika kau benar-benar mencintaiku kau harus mengusir penjarah itu, Bahram. Mengambil apa yang jadi hakmu , lalu, baru memintaku.”
                Khusrau sangan terkejut dengan kata-katanya yang tajam. Dan hanya bisa menjawab “tidakkah kau berpikir cintaku padamu yang membuatku pergi meninggalkan negri hanya untuk bersamamu?”, dengan satu tarikan napas ia berdiri, kembali ke kemah, menaiki kudanya, dan pergi.
                Khusrau baru berhenti setelah tiba di Roma. Di sana ia memohon bantuan Kaisar untuk merebut kembali kekuasaan. Sang Kaisar, yang terkesan dengan Khusrau muda dan kecakapannya, menikahkan putrinya, Maryam, dengannya, dan mengirim bersamanya pasukan untuk menyerbu Persia. Dalam waktu singkat, Bahram si pengkhianat pun terbunuh, dan Khusrau kembali berkuasa.
                Sesudah kepergian Khusrau yang penuh amarah dan tergesa-gesa, Syirin menyesal dan ingin beribu kali lebih lembut pada kekasihnya, namun sudah terlambat. Kini ia sendiri lagi dan di temani Syapur yang selalu berusaha menghiburnya. Syapur mendengar ratapan dan tangisan-tangisannya yang tiada henti. Ia menjadi teman kesedihannya yang makin betambah semenjak Mahin, yang sudah seperti ibu baginya, meninggal karena sakit.
                Kini Syirin dinobatkan sebagai ratu. Ia baru saja dilibatkan dengan urusan-ursan negerinya ketika kabar bahwa Khusrau berhasil merebut kembali tahta kerajaan Persia didengarnya.
                Rupanya, Syirin tidak sanggup menanggung derita rindu ini. Kesibukan kerajaan tidak bisa mengalihkan kesengsaraan dan kesepiannya. Ia merasa terasing di negrinya sendiri dan tak sanggup menunaikan kewajiannya pada rakyat. Demikianlah, setelah berkonsultasi dengan Syapur, ia memutuskan untuk menyerahkan urusan negara pada satu-satunya saudara sepupunya dan pergi ke Persia.
                Syirin membangun rumah besar di dekat Mada’in. Cukup dekat untuk bisa mendengar kabar tentang Khusrau. Ia juga membuatkan ruangan khusus untuk Syapur yang telah menemaninya ke Persia.
                Begitu Khusrau mendengar kabar tentang Syirin yang berada dekat ibukota, api cintanya menyala kembali. Setelah menggali informasi tentang kehidupan Syirin disana, ia memberitahu istrinya, “istriku sayang, aku ingin agar ratu Syirin pindah ke istana,” dengan serius dia memulai, “kondisinya saat ini sangat tidak layak untuk orang setingkat dirinya.” Dengan tenang istrinya menggunakan tatapan menyelidik, hal yang jarang ia lakukan ketika menatap suaminya. “aku akan dianggap tidak menghormatinya jika membiarkannya hidup dalam keadaan seperti itu. Dan juga, pikiran akan anggapan bahwa istriku tidak menjamu tamu dengan baik sangat menggangguku.” Khusrau berusaha meyakinkan bahwa yang dia inginkan hanya menjaga kohormatan istrinya.
                Sebelumnya, Maryam sudah mendengar desas-desus bahwa suaminya mencintai ratu Syirin, dan sandiwara Khusrau yang malang rupanya tidak dapat mengelabuinya. Spontan Maryam menangis dan menuduh Khusrau sudah tidak mencintainya dan berusaha menjalin hubungan cinta dengan ratu Armenia. “tidak ada yang tidak pantas untuk membiarkan orang hidup dengan pilihannya sendiri! Lagipula, jika dia ingin hidup seperti ratu, seharusnya dia hidup di negrinya sendiri! Jika sekarang dia hidup seperti itu di negri orang, bukankah berarti dia memang ingin hidup sendiri?!” melihat Khusrau yang tidak menanggapi tangisan dan argumennya, kamarahan Maryam lantas memuncak. Sambil bergerak maju dan menudingkan jarinya dengan isyarat larangan, dia mengancam, “jika kau memutuskan untuk melangkah sedikit saja demi menemuinya, aku akan bunuh diri! Aku bersumpah!”
                Sejak itu, Khusrau tidak pernah menyebut nama Syirin lagi di depan istrinya. Tapi secara diam-diam, ia mengirim surat kepada kekasihnya dengan permintaan dan harapan dapat bertemu kembali. Namun Syirin enggan bertemu dengan raja dengan menulis: “sebaiknya kau tetap setia kepada istrimu.”
                Syirin menghabiskan harinya yang panjang dengan memikirkan dan mengkhawatirkan sang raja. Tak urung Syirin pun jatuh sakit. Seluruh tabib istana menyarankan agar dia meminum susu domba. Tapi hewan tersebut hanya ada di pegunungan. Lantas bagaimana caranya mendapatkan susu dari tempat sejauh itu? Syapur pun mendapat solusi: ada seorang arsitek yang tinggal di pegunungan. Bagaimanapun dia pasti punya jawaban. Syapur lalu memanggil si arsitek, Farhad dan menjelaskan situasinya. Begitu melihat Syirin, Farhad pun jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Terdorong oleh semangat baru, Farhad bersumpah akan membawakan Syirin susu domba bagaimanapun caranya.
                Farhad adalah pemuda tinggi, gagah, dan salah satu pria terkuat di negrinya. Ia orang yang jujur dan sama sekali tidak tertarik dengan harta dan materi. Ketika merancang sebuah bangunan, ia tidak pernah meminta bayaran dan melakukannya hanya karena minatnya pada arsitektur serta ingin membantu orang. Karena sekarang ia memiliki semangat baru, ia langsung membawa seluruh peralatannya dan pergi ke gunung. Dalam beberapa minggu, arsitek agung ini berhasil membuatkan sebuah saluran panjang dari pegunungan sampai vila Syirin. Para pengembala memerah banyak sekali susu dombanya, dan mengalirlah sungai susu sampai pintu vila Syirin!
                Untuk menunjukkan penghargaan atas kerja kerasnya yang penuh cinta, Syirin mengundang Farhad ke kediaman pribadinya untuk mengucapka terima kasih. Setelah memuji hasil karyanya, Syirin mencopot kedua antingnya dan menyerahkannya pada Farhad, “engkau akan selalu ku sayang. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Tolong terima anting-anting ini sebagai tanda persahabatnku denganmu. Ini satu-satunya hartaku yang tersisa setelah meninggalkan Armenia.”
                Hadiah ini sangat berharga bagi Farhad. Ia bawa anting-anting itu kemanapun ia pergi. Farhad demikian dimabuk cinta sampai ia hidup sendiri di pegunungan menikmati cintanya. Ia memperoleh makanan dari sungai susu tersebut. Sesekali ia berjalan dekan kediaman Syirin dengan harapan bisa melihatnya. Ia pun tak segan-segan menceritakan kisah cintanya pada orang lain, sampai akhirnya, seluruh orang di Mada’in mengetahui kisah Farhad dan Syirin.
Tak terkecuali Khusrau. Dengan segera ia perintahkan Farhad untuk dihadapkan padanya. Meskipun sudah berusaha, ia tetap tidak bisa menyembunyikan rasa kehilangan atas Syirin pada orang yang akan ditemuinya.
                Setelah Farhad melukakn penghormatan, Khusrau berkata, “engkau Farhad si arsitek itu?” dengan tegas ia mempersilahkannya duduk. “aku mendengar banyak tentangmu” sambil mengitari anak muda yang duduk di lantai dengan kepala tertunduk, “engkau berasal dari mana?”
                Yang membuat raja kecewa, Farhad sama sekali tidak terlihat takut. Kenyataan bahwa sekarang dia berhadapan dengan raja Persia sama sekali tidak membuatnya tergoncang. Dengan tenang ia angkat kepalanya dan menatap raja, “jika yang baginda maksudkan tempat kelahiran, hamba lahir di Mada’in. Jika tempat tinggal, sejak jatuh cinta, tempat tinggal hamba berada dimanapun sang kekasih tinggal.”
                Wajah Khusrau makin suram. Sebelumnya tidak ada yang berani bicara seperti itu pada raja, tapi Farhad adalah anak yang jujur. “aku diberitahu ihwal pengabdianmu pada yang mulia ratu Armenia. Benarkah kau senang pada yang mulia?”
                Farhad mengangguk, “memang benar hamba mencintai yang mulia dan mengabdikan hidup hamba padanya.”
                “omong kosong,” Khusrau tidak bisa menahan diri dan menatap mata Farhad, “jangan harap ketergila-gilaan ini akan terus berlanjut.”
                “dalam pandangan baginda, mungkin ini hanya ketergila-gilaan biasa. Tapi bagi hamba ini adalah cinta sejati.” Balas Farhad, “dan cinta sejati tidak akan hilang meskipun si pecinta sudah mati. Cinta ini akan selalu hidup.”
                Untuk pertama kali dalam hidpunya Khusrau menemukan tandingannya. Sambil membelakangi Farhad dan berusaha mengendalikan amaranya, ia bertanya, “bagaimana dengan perasaan yang mulia ratu? Sudahkah kau mengetahui keinginannya? Bagaimana jika beliau meminta apa yang tidak kau miliki, atau sesuatu yang tidak bisa kau lakukan?”
                “hamba tidak mengharapkan balasan cinta beliau.” Farhad mulai berdiri, “hamba hanya memohon agar diizinkan mencintai belliau.” Sambil berhadap-hadapan dengan sang raja, Farhad melanjutkan, “satu-satunya yang hamba miliki adalah hati yang telah beliau ambil. Jika beliau menginginkan sesuatu yang lebih dari hamba, hamba akan memohon pada Tuhan untuk memberikan kemampuan agar bisa memenuhinya.”
                Khusrau menuang anggur ke dua cangkir dan memberikan satunya pada Farhad. “kawan,” sambil tersenyum untuk pertama kalinya, “kelihatannya hidupmu penuh dengan kesulitan dan kepedihan.” Sambil meminum anggurnya dan menaruh tangannya pada pundak Farhad, ia melanjutkan “mengapa engkau mesti menjalani hidupmu dengan kekasih yang bahkan sama sekali tidak mengakui keberadaanmu, ketika kau bisa hidup dengan gadis-gadis cantik lain yang kau inginkan?”
                Farhad mengetahui maksud Khusrau. Sambil menyembunyikan kemarahannya, Farhad berkata dengan tenang “hamba tidak memandang hidup hamba sebagi suatu kepedihan. Karena bagi pecinta, kepedihan dan obatnya adalah satu dan sama. Dan bahwa kekasih hamba tidak mengakui hamba sama sekali tidak penting. Karena hamba mencintainya untuk dirinya. Cukuplah bagi hamba untuk mencintainya. Kalau masalah keinginan, bagaimana hamba punya keinginan jika hamba saja sama sekali tidak sadar akan diri sendiri?”
                “bagaimana jika rajamu memerintahakan untuk meniggalkan yang mulia ratu dan mencampakkan cinta tolol ini?”
                Farhad tahu perihal perasaan raja pada Syirin, tapi baru sadar kalau perasaan itu masih ada sampai sekarang. Tiba-tiba dia merasa simpati pada raja, “yang demikian itu tidak bisa hamba patuhi, baginda.” Sambil menunjukkan sorot mata sedih.
                Makin lama perbincangan ini, Khusrau makin merasa kalah. Akhirnya ia menyilahkan Farhad pergi lalu memanggil para penasihatnya. “ia orang yang berbahaya,” sambil mengernytikan alisnya “kita tidak bisa menyogok atau menyuapnya dangan apapun. Kita harus memikirkan cara untuk menyingkirkannya.” Dan pertarungan pun dimulai.

bersambung...

*)cerita ini di kutip dari buku; Layla & Majnun, karangan Mojdeh Bayat & Muhammad Ali Jamnia, penerbit lentera.

LIHAT: Pangeran Persia dan Putri Armenia (1)
Pangeran Persia dan Putri Armenia (3)

No comments:

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...