Dalam waktu singkat setelah
mengenal Syirin, sebelum wafatnya, raja Hurmuz merasa senang dengan kecerdasan
dan humor Syirin yang hidup, Syirin pun menikmati persahabatan dan perlindungan
seorang ayah. Pasca wafatnya raja, Syirin makin kesepian. Pelayan-pelaya
Khusrau yang dikirim ke rumah Syirin kurang bersahabat. Mereka yang pernah
diolok-olok pangeran memandang Syirin rendah karena berbikir bahwa pangeran
akan jatuh cinta padanya. Dibakar rasa cemburu mereka mulai berulah.
Kadang-kadang dengan air mandi yang terlalu panas atau dingin, baju yang ‘tak
sengaja’ dirobek, bahkan sampai bangkai di makanannya. Meskipun Syirin tidak
curiga dan menganggapnya besar, tapi hari-harinya mulai hancur. Perlahan ia
mulai merindukan negrinya.
Akhirnya Syirin menyesali
keputusannya lari dari rumah. Ia merasa bersalah pada bibinya. Baginya, tidak
ada alasan untuk tetap tinggal di Persia. Apalagi dengan ketiadaan sang
Pangeran. Maka dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak lari lagi dari
negrinya, dan ketika Syapur datang menjemputnya, ia sudah lebih dari siap.
Sayangnya, mereka tidak tahu
tentang rencana Khusrau kembali ke Persia. Di perjalanan pun mereka tidak
bertemu karena Khusrau mengambil jalan pintas dan bukan jalan utama.
Mahin
menyambut keponakannya dengan senang. Syirin pun menceritakan alasan
kepergiannya. “nasib menampilkan permainan lucu,” kata Mahin, “sewaktu kau
mencari pangeranmu dia ada disini, dan ketika kau kembali dia ada di Persia.”
Ia merenung sejenak, “apapun yang terjadi aku ingin kau berjanji satu hal,”
Syirin mengangguk, “jika suatu saat kau bertemu dengan pangeranmu, berjanjilah
padaku kau akan berhati-hati bergaul dengannya. Aku khawatir dia hanya mencari
kesenangan dunia saja.” Sambil mengancungkan jarinya, menghentikan Syirin yang
inign menyela, “ya, aku tahu dia adalah pemuda tampan, menawan, dan cakap. Tapi
jika kau benar-benar bertemu denganya, jangan sekali-kali kau menyetujui apa
yang dijanjikan kecuali menikah dengannya.” Sangat jelas bahwa Mahin tidak
ingin ada keberatan yang diajukan, maka Syirin pun patuh.
Beberapa
hari setelah tiba di Mada’in Khusrau dinobatkan menjadi raja. Meskipun sudah
berada di puncak kekuasaan dunia, pikirannya tetap disibukkan dengan Syirin.
Setiap hari ia masih memikirkannya. “kapan aku bertemu denganmu?” dalam
batinya.
Di
antara perwira istana ada orang bernama Bahram, yang tidak ingin Khusrau
berkuasa, dia adalah seorang panglima perang. Dengan inisiatifnya, ia menulis
surat pada perwira-perwira terkemuka di istana yang isinya menuduh Khusrau
membunuh ayahnya sendiri, dan mengatakan bahwa Khusrau hanya anak muda yang
tidak bisa mengurus negeri. Dia juga menambahkan bahwa menurut desas-desus,
Khusrau jatuh cinta pada seorang gadis asing, dan lebih mengurusi cintanya
daripada negerinya sendiri. Maka demi menyelamatkan negeri dari pemuda yang
tidak bisa mengurus negeri dia menyarankan dilakukannya kudeta. Para perwira
pun setuju, dan seluruh angkatan perang, di bawah kepemimpinan Bahram, berhasil
menguasai ibukota kerajaan. Merasa hilang dukungan untuk dirinya dari
teman-teman ayahnya, Khusrau pun lari menuju Armenia. Ia tahu disana akan
diterima dengan baik. Dan akhirnya, Bahram pun berhasil merebut kekuasaan.
Mendengar
pergolakan politik di Persia, Syirin khawatir akan nasib Khusrau. Namun, Syapur
menenangkannya, “jangan khawatir,” kata Syapur “pangeran adalah pemuda cerdik
yang pandai menhindari bahaya.”
Untuk
menghibur sahabatnya, Syapur menyarankan Syirin pergi berburu. Ia tahu Syirin
suku berburu. Akhirnya Syirin pergi berkemah sekitar 15 mil jauhnya dari
ibukota Armenia, ditemani Syapur dan dayang-dayangnya. Di hari kedua, Syirin
melihat seorang penunggang kuda dari jauhmenuju tempatmereka berkemah. Meskipun
jauh, dia bisa mengenali bahwa penunggan itu adalah Khusrau yang menyamar
sebagai petani dengan jubah putih. Setelah sekian kejadian, akhirnya pasangan ini
bertemu. Karena begitu mendadak dan tidak terencana mereka hanya bisa saling
tatap dengan malu-malu saat di perkenalkan.
Khusrau
masuk dalam kelompok, yang akhirnya pindah ke pinggir kota untuk berkemah di
tempat kesukaan Syirin. Dihadir penyanyi, penari, dan sahabat-sahabat, mereka
berpesta sepanjang hari. Tentu saja dua orang yang sedang dimabuk cinta ini
tidak tahu sudah berapa lama waktu yang dilalunya.
Setelah
beberapa hari akhirnya mereka bisa berduaan. Menjauh dari pandangan orang lain,
duduk berdua di bawah pohon kenari yang pernah menunjukkan lukisan misterius
Khusrau, mereka berciuman dan menyatakan cinta satu sama lain. Ketika diminta
melewatkan malam bersamanya, Syirin melangkah mundur. “kukira engkau
mencintaiku,” kata Syirin mengecam.
“memang
benar, aku mencintaimu,” jawab Khusrau, “itulah sebabnya aku ingin selalu
bersamamu.”
Menggigit
bibir, Syirin berusaha menyembunyikan kemarahannya, namu suaranya bergetar “ini
bukan cinta, ini nafsu! Jika kau benar-benar mencintaiku kau harus mengusir
penjarah itu, Bahram. Mengambil apa yang jadi hakmu , lalu, baru memintaku.”
Khusrau
sangan terkejut dengan kata-katanya yang tajam. Dan hanya bisa menjawab
“tidakkah kau berpikir cintaku padamu yang membuatku pergi meninggalkan negri
hanya untuk bersamamu?”, dengan satu tarikan napas ia berdiri, kembali ke
kemah, menaiki kudanya, dan pergi.
Khusrau
baru berhenti setelah tiba di Roma. Di sana ia memohon bantuan Kaisar untuk
merebut kembali kekuasaan. Sang Kaisar, yang terkesan dengan Khusrau muda dan
kecakapannya, menikahkan putrinya, Maryam, dengannya, dan mengirim bersamanya
pasukan untuk menyerbu Persia. Dalam waktu singkat, Bahram si pengkhianat pun
terbunuh, dan Khusrau kembali berkuasa.
Sesudah
kepergian Khusrau yang penuh amarah dan tergesa-gesa, Syirin menyesal dan ingin
beribu kali lebih lembut pada kekasihnya, namun sudah terlambat. Kini ia
sendiri lagi dan di temani Syapur yang selalu berusaha menghiburnya. Syapur
mendengar ratapan dan tangisan-tangisannya yang tiada henti. Ia menjadi teman
kesedihannya yang makin betambah semenjak Mahin, yang sudah seperti ibu
baginya, meninggal karena sakit.
Kini
Syirin dinobatkan sebagai ratu. Ia baru saja dilibatkan dengan urusan-ursan
negerinya ketika kabar bahwa Khusrau berhasil merebut kembali tahta kerajaan
Persia didengarnya.
Rupanya,
Syirin tidak sanggup menanggung derita rindu ini. Kesibukan kerajaan tidak bisa
mengalihkan kesengsaraan dan kesepiannya. Ia merasa terasing di negrinya
sendiri dan tak sanggup menunaikan kewajiannya pada rakyat. Demikianlah,
setelah berkonsultasi dengan Syapur, ia memutuskan untuk menyerahkan urusan
negara pada satu-satunya saudara sepupunya dan pergi ke Persia.
Syirin
membangun rumah besar di dekat Mada’in. Cukup dekat untuk bisa mendengar kabar
tentang Khusrau. Ia juga membuatkan ruangan khusus untuk Syapur yang telah
menemaninya ke Persia.
Begitu
Khusrau mendengar kabar tentang Syirin yang berada dekat ibukota, api cintanya
menyala kembali. Setelah menggali informasi tentang kehidupan Syirin disana, ia
memberitahu istrinya, “istriku sayang, aku ingin agar ratu Syirin pindah ke
istana,” dengan serius dia memulai, “kondisinya saat ini sangat tidak layak
untuk orang setingkat dirinya.” Dengan tenang istrinya menggunakan tatapan
menyelidik, hal yang jarang ia lakukan ketika menatap suaminya. “aku akan
dianggap tidak menghormatinya jika membiarkannya hidup dalam keadaan seperti
itu. Dan juga, pikiran akan anggapan bahwa istriku tidak menjamu tamu dengan
baik sangat menggangguku.” Khusrau berusaha meyakinkan bahwa yang dia inginkan
hanya menjaga kohormatan istrinya.
Sebelumnya,
Maryam sudah mendengar desas-desus bahwa suaminya mencintai ratu Syirin, dan
sandiwara Khusrau yang malang rupanya tidak dapat mengelabuinya. Spontan Maryam
menangis dan menuduh Khusrau sudah tidak mencintainya dan berusaha menjalin
hubungan cinta dengan ratu Armenia. “tidak ada yang tidak pantas untuk
membiarkan orang hidup dengan pilihannya sendiri! Lagipula, jika dia ingin
hidup seperti ratu, seharusnya dia hidup di negrinya sendiri! Jika sekarang dia
hidup seperti itu di negri orang, bukankah berarti dia memang ingin hidup
sendiri?!” melihat Khusrau yang tidak menanggapi tangisan dan argumennya,
kamarahan Maryam lantas memuncak. Sambil bergerak maju dan menudingkan jarinya
dengan isyarat larangan, dia mengancam, “jika kau memutuskan untuk melangkah
sedikit saja demi menemuinya, aku akan bunuh diri! Aku bersumpah!”
Sejak
itu, Khusrau tidak pernah menyebut nama Syirin lagi di depan istrinya. Tapi
secara diam-diam, ia mengirim surat kepada kekasihnya dengan permintaan dan
harapan dapat bertemu kembali. Namun Syirin enggan bertemu dengan raja dengan
menulis: “sebaiknya kau tetap setia kepada istrimu.”
Syirin
menghabiskan harinya yang panjang dengan memikirkan dan mengkhawatirkan sang
raja. Tak urung Syirin pun jatuh sakit. Seluruh tabib istana menyarankan agar
dia meminum susu domba. Tapi hewan tersebut hanya ada di pegunungan. Lantas
bagaimana caranya mendapatkan susu dari tempat sejauh itu? Syapur pun mendapat
solusi: ada seorang arsitek yang tinggal di pegunungan. Bagaimanapun dia pasti
punya jawaban. Syapur lalu memanggil si arsitek, Farhad dan menjelaskan
situasinya. Begitu melihat Syirin, Farhad pun jatuh cinta pada pandangan
pertamanya. Terdorong oleh semangat baru, Farhad bersumpah akan membawakan
Syirin susu domba bagaimanapun caranya.
Farhad
adalah pemuda tinggi, gagah, dan salah satu pria terkuat di negrinya. Ia orang
yang jujur dan sama sekali tidak tertarik dengan harta dan materi. Ketika
merancang sebuah bangunan, ia tidak pernah meminta bayaran dan melakukannya
hanya karena minatnya pada arsitektur serta ingin membantu orang. Karena
sekarang ia memiliki semangat baru, ia langsung membawa seluruh peralatannya
dan pergi ke gunung. Dalam beberapa minggu, arsitek agung ini berhasil
membuatkan sebuah saluran panjang dari pegunungan sampai vila Syirin. Para
pengembala memerah banyak sekali susu dombanya, dan mengalirlah sungai susu
sampai pintu vila Syirin!
Untuk
menunjukkan penghargaan atas kerja kerasnya yang penuh cinta, Syirin mengundang
Farhad ke kediaman pribadinya untuk mengucapka terima kasih. Setelah memuji
hasil karyanya, Syirin mencopot kedua antingnya dan menyerahkannya pada Farhad,
“engkau akan selalu ku sayang. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Tolong terima
anting-anting ini sebagai tanda persahabatnku denganmu. Ini satu-satunya
hartaku yang tersisa setelah meninggalkan Armenia.”
Hadiah
ini sangat berharga bagi Farhad. Ia bawa anting-anting itu kemanapun ia pergi.
Farhad demikian dimabuk cinta sampai ia hidup sendiri di pegunungan menikmati
cintanya. Ia memperoleh makanan dari sungai susu tersebut. Sesekali ia berjalan
dekan kediaman Syirin dengan harapan bisa melihatnya. Ia pun tak segan-segan
menceritakan kisah cintanya pada orang lain, sampai akhirnya, seluruh orang di
Mada’in mengetahui kisah Farhad dan Syirin.
Tak terkecuali Khusrau. Dengan
segera ia perintahkan Farhad untuk dihadapkan padanya. Meskipun sudah berusaha,
ia tetap tidak bisa menyembunyikan rasa kehilangan atas Syirin pada orang yang
akan ditemuinya.
Setelah
Farhad melukakn penghormatan, Khusrau berkata, “engkau Farhad si arsitek itu?”
dengan tegas ia mempersilahkannya duduk. “aku mendengar banyak tentangmu”
sambil mengitari anak muda yang duduk di lantai dengan kepala tertunduk,
“engkau berasal dari mana?”
Yang
membuat raja kecewa, Farhad sama sekali tidak terlihat takut. Kenyataan bahwa
sekarang dia berhadapan dengan raja Persia sama sekali tidak membuatnya
tergoncang. Dengan tenang ia angkat kepalanya dan menatap raja, “jika yang
baginda maksudkan tempat kelahiran, hamba lahir di Mada’in. Jika tempat
tinggal, sejak jatuh cinta, tempat tinggal hamba berada dimanapun sang kekasih
tinggal.”
Wajah
Khusrau makin suram. Sebelumnya tidak ada yang berani bicara seperti itu pada
raja, tapi Farhad adalah anak yang jujur. “aku diberitahu ihwal pengabdianmu
pada yang mulia ratu Armenia. Benarkah kau senang pada yang mulia?”
Farhad
mengangguk, “memang benar hamba mencintai yang mulia dan mengabdikan hidup
hamba padanya.”
“omong
kosong,” Khusrau tidak bisa menahan diri dan menatap mata Farhad, “jangan harap
ketergila-gilaan ini akan terus berlanjut.”
“dalam
pandangan baginda, mungkin ini hanya ketergila-gilaan biasa. Tapi bagi hamba
ini adalah cinta sejati.” Balas Farhad, “dan cinta sejati tidak akan hilang
meskipun si pecinta sudah mati. Cinta ini akan selalu hidup.”
Untuk
pertama kali dalam hidpunya Khusrau menemukan tandingannya. Sambil membelakangi
Farhad dan berusaha mengendalikan amaranya, ia bertanya, “bagaimana dengan
perasaan yang mulia ratu? Sudahkah kau mengetahui keinginannya? Bagaimana jika
beliau meminta apa yang tidak kau miliki, atau sesuatu yang tidak bisa kau
lakukan?”
“hamba
tidak mengharapkan balasan cinta beliau.” Farhad mulai berdiri, “hamba hanya
memohon agar diizinkan mencintai belliau.” Sambil berhadap-hadapan dengan sang
raja, Farhad melanjutkan, “satu-satunya yang hamba miliki adalah hati yang
telah beliau ambil. Jika beliau menginginkan sesuatu yang lebih dari hamba,
hamba akan memohon pada Tuhan untuk memberikan kemampuan agar bisa memenuhinya.”
Khusrau
menuang anggur ke dua cangkir dan memberikan satunya pada Farhad. “kawan,”
sambil tersenyum untuk pertama kalinya, “kelihatannya hidupmu penuh dengan
kesulitan dan kepedihan.” Sambil meminum anggurnya dan menaruh tangannya pada
pundak Farhad, ia melanjutkan “mengapa engkau mesti menjalani hidupmu dengan
kekasih yang bahkan sama sekali tidak mengakui keberadaanmu, ketika kau bisa
hidup dengan gadis-gadis cantik lain yang kau inginkan?”
Farhad
mengetahui maksud Khusrau. Sambil menyembunyikan kemarahannya, Farhad berkata
dengan tenang “hamba tidak memandang hidup hamba sebagi suatu kepedihan. Karena
bagi pecinta, kepedihan dan obatnya adalah satu dan sama. Dan bahwa kekasih
hamba tidak mengakui hamba sama sekali tidak penting. Karena hamba mencintainya
untuk dirinya. Cukuplah bagi hamba untuk mencintainya. Kalau masalah keinginan,
bagaimana hamba punya keinginan jika hamba saja sama sekali tidak sadar akan
diri sendiri?”
“bagaimana
jika rajamu memerintahakan untuk meniggalkan yang mulia ratu dan mencampakkan
cinta tolol ini?”
Farhad
tahu perihal perasaan raja pada Syirin, tapi baru sadar kalau perasaan itu
masih ada sampai sekarang. Tiba-tiba dia merasa simpati pada raja, “yang
demikian itu tidak bisa hamba patuhi, baginda.” Sambil menunjukkan sorot mata
sedih.
Makin
lama perbincangan ini, Khusrau makin merasa kalah. Akhirnya ia menyilahkan
Farhad pergi lalu memanggil para penasihatnya. “ia orang yang berbahaya,”
sambil mengernytikan alisnya “kita tidak bisa menyogok atau menyuapnya dangan
apapun. Kita harus memikirkan cara untuk menyingkirkannya.” Dan pertarungan pun dimulai.
bersambung...
*)cerita ini di kutip dari buku; Layla & Majnun, karangan Mojdeh Bayat & Muhammad Ali Jamnia, penerbit lentera.
LIHAT: Pangeran Persia dan Putri Armenia (1)
Pangeran Persia dan Putri Armenia (3)
LIHAT: Pangeran Persia dan Putri Armenia (1)
Pangeran Persia dan Putri Armenia (3)
No comments:
Post a Comment