Thursday 6 February 2014

Pangeran Persia dan Putri Armenia (3, tamat)



Para penasehat pun langsung berkumpul dan memikirkan solusinya. Setelah mendapat ide, mereka langsung menyampaikannya pada raja yang juga langsung memanggil Farhad. “kami berjanji tidak akan mencampuri hubunganmu dengan Syirin dengan satu syarat.” Kata raja.
                Si arsitek muda spontan melompat kegirangan dan menangis bahagia. “apapun yang raja agung minta!”
                “kami butuh terowongan bukit Bistun agar bisa pergi ke sisi sebelah sana dengan lebih cepat dan efisien.”
                Selama bertahun-tahun bukit Bistun menjadi tantangan berat. Bukit batu granit yang keras tidak memungkinkan dilakukannya penggalian trowongan disana. Belum pernah ada seorang pun yang sanggup mengatasi kesulitan medan ini. Khusrau tersenyum sendiri, setelah proyek ini dimulai, Farhad tidak mungkin bisa kembali lagi.


                “setelah kau menyelesaikan proyek ini dan membuat kami puas, kami akan menikahkanmu dengan Syirin.” Kata Khusrau.
                “hamba akan memulainya besok dan melakukannya dengan segenap kemampuan hamba.” Kata Farhad yang bahagia membayangkan Syirin menjadi miliknya.
                Bagi Farhad pekerjaan ini tidak sulit. Membayangkan kekasihnya saat bekerja membuat semua beban otot, punggung, dan terik manusia serasa ringan. Suara dentuman palu yang menghantam batu terdengar seperti sepatah kata manis yang diucapkan Syirin kekasihnya. Di sore hari, ketika istirahat ia membuat pahatan Syirin, Khusrau, dan dirinya di batu. Kemajuan di pahatan batu mencerminkan kemajuan pekerjaannya di trowongan.
                Ketika mendengar kabar proyek itu, Syirin langsung sadar bahwa proyek ini ditujukan untuk menghancurkan Farhad. Ia merasa harus pergi untuk memperingati sahabatnya.
                Setelah berbincang-bincang sebentar, Farhad menunjukan hasil kerjanya pada Syirin. Proyek ini sudah lebih dari setengah jadi. Akhirnya Syirin memutuskan tidak memberitahu rencana Khusrau. “Khusrau akan termakan dengan rencana dan senjatanya sendiri.” Pikir Syirin.
                Hari itu juga Syirin pulang dengan keyakinan bahwa Farhad akan menang. Kabar tentang pertemuan Syirin dengan Farhad terdengar oleh raja yang langsung panik. Ia segera kumpulkan penasihatnya. Ia khawatir kalau Syirin jatuh cinta pada Farhad, untuk apa dia repot-repot menjenguknya? Terlebih lagi, proyek trowongan sudah hampir selesai. Bagaimana dengan janjinya soal pernikahan? Sungguh ia telah meremehkan Farhad, pecinta dengan tekad kuat.
                Khusrau menyukai gagasan baru penasihatnya. Ia langsung mengirim utusan, orang tua, ke bukit Bistun. “apa yang kau lakukan pada bukit itu?” tanyanya.
                Farhad menjelaskan tugasnya, lalu menambahkan, “demi cintaku, tak ada pekerjaan yang sulit.” Ia memukul dinding batu dengan batunya. “aku akan memindahkan gunung ini sekiranya aku diharuskan melakukannya!”
                Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih. “sayang...” ia palingkan wajahnya seakan-akan menyembunyikan air matanya. Farhad memperhatikannya.
                “apa maksudmu?” tanya Farhad sambil menaruh palunya.
                “bukan apa-apa.” Jawab orang tua seakan enggan bicara.
                “engkau harus mengatakannya padaku.”
                “aku tidak bisa membayangkan kau bekerja sedemikian keras... dan untuk apa?”
                Farhad memegang pundak orang tua itu, “tolong, katakan apa yang kau ketahui!”
                “kekasihmu sudah meninggal,” kata orang tua itu dengan keras dengan wajah sedih. “Syirin sudah meninggal beberapa hari lalu!”
                Farhad melepaskan tangannya dari tangan orang itu dan jatuh ke tanah, pingsan.
                Malam tiba. Orang tua itu sudah lama pergi. Farhad belum juga bergerak.
                Sedikit demi sedikit Farhad sekarat dalam tubuhnya. Beban yang selama ini ditanggung tubuhnya mulai menggerogotinya. Ia terseok-seok di tanah dan menggapai lukisan Syirin yang telah dipahatnya. Tangannya yang penuh luka dan goresan mulai berdarah saat ia menyentuh wajah Syirin. Kini darahnya membasahi wajah Syirin. Ia tekankan wajahnya ke pahatan wajah kekasihnya itu, dan perlahan Farhad meninggal.
                Esoknya, Khusrau menyinggkirkan jasad Farhad dari Bistun dan menguburkannya di pemakaman sederhana dekat situ.
                Syirin berduka untuk beberapa hari. Khusrau mengirim surat belasungkawa yang dibalasnya seperti ini: “engkau telah merenggut sahabat terbaik kami. Aku berdoa semoga Tuhan mengampunimu.”
                Kenangan tentang Farhad pun dalam waktu singkat menghilang. Semuanya berjalan seperti biasa. Cinta Syirin yang makin dalam membuatnya memaafkan perbuatan Khusrau pada Farhad. Syirin masih mencintai Khusrau, begitu juga Khusrau. Namun mereka hanya bisa menanyakan kabar masing-masing lewat sahabat-sahabatnya tanpa pernah saling bertemu.
                Sekali lagi, tragedi terjadi. Maryam tiba-tiba sakit keras, dan tak lama, meninggal. Setelah masa berkabung usai, Syirin menulis surat pada raja: “walaupun ratu sudah tiada, aku yakin yang mulia bisa memperoleh kesenangan dari pelukan gadis-gadis muda.” Khusrau yang berang dengan ejekan ini, bukannya melawan malah melakukan saran Syirin.
                Selama beberapa tahun Khusrau bersenang-senang dengan gadis-gadis cantik. Namun, akhirnya kemarahannya mereda dan ia menyesali perbuatannya yang tergesa-gesa. Ia mulai teringat dan merindukan Syapur, sahabat dan kerabat lamanya, yang sudah bertahun-tahun menemani Syirin dan memberitahu bahwa ia ingin bertemu dengannya.
                Syapur segera mengatur pertemuan di ruang pribadinya, dan menyruh Syirin menunggu di ruangan sebelah. Setelah menjawab pertanyaan penting Khusrau tentang Syirin, Syapur meyakinkan bahwa Syirin masih mencintainya. Syirin tidak membiarkan ada pria lain masuk dalam hatinya. Syirin mengikuti kabar tentang Khusrau tiap hari, kata Syapur. “aku lebih mengenalmu ketimbang dirimu sendiri,” kata Syapur, “aku tahu kau masih mencintai Syirin, tapi sama dengan Syirin, engaku keras kepala dan gengsi untuk mengakuinya.” Ia berjalan menghampiri Khusrau, lalu memegang bahunya. “sekarang saatnya kawan, sudah saatnya kau bertemu dan meminta maaf padanya.” Sebelum Khusrau menjawab, Syirin memasuki ruangan yang perlahan ditinggalkan Syapur. Pelan-pelan Syapur pergi dan menutup pintu.
                Kemarahan dan keputus-asaan selama bertahun-tahun seakan lenyap ketika dua pecinta itu berpelukan. Khusrau dan Syirin bercerita tentang segala hal yang mereka lalui ketika berpisah. Kemudian Khusrau berlutut dihadapan Syirin dan dengan rendah hati memohon Syirin agar sudi menjadi permaisurinya.
                Esoknya, Syirin diarak ke ibukota. Dayang-dayang membantu Syirin menggunakan busana pernikahan yang mewah. Seluruh warga kota diundang menyaksikan momen luar biasa ketika dua kekasih ini berlutut dihapan pendeta agung. Akhirnya mereka dipersatukan dalam perkawinan. Perayaan itu berlangsung meriah selama beberapa hari.
                Syirin menyerahkan tahta Armenia pada Syapur dan langsung menjadi penasihat paling bijak untuk raja. Seluruh rakyat mencintainya dan bebas mangadukan kesulitannya. Syirin yang mendengarkan semuanya lalu memberi saran pada Khusrau. Belum pernah Persia menyaksikan masa kemakmuran dan kejayaan seperti itu.
                Namun, dalam gambar putih dan terang seperti itu masih ada titik hitam. Titik itu adalah Syirviyeh, putra Khusrau dari hasil pernikahannya dengan Maryam. Sejak kecil anak ini sudah nakal. Khusrau pun mengkhawatirkannya. Oleh sebab itu, mengikuti saran penasihatnya, Khusrau tidak menobatkan Syirviyeh sebagai pewaris tahtanya. Syirviyeh tidak tahan melihat ayahnya hidup bahagia dan terkenal di tengah rakyatnya. Sudah lama ia menyimpan dendam dan menyalahkan kelalaian Khusrau atas kematian ibunya. Yang lebih parah lagi, sebagai seorang pemuda dengan nafsu yang bergelora, Syirviyeh tak kuasa mengagumi kecantikan Syirin dan jatuh cinta padanya. Segenap keluh kesahnya ini membuat ia diam-diam merencanakan sesuatu untuk ayahnya.
                Untuk membangun kekuatan di istana raja, ia membayar beberapa orang dan menjanjikan kekayaan dan jabatan sekiranya ia dapat berkuasa kelak. Dengan hati-hati ia menghimpun hati orang-orang disekitarnya dengan pergi ke tempat-tempat umum. Ia menyamar sebagai orang awam, bergaul, dan bersahabat dengan mereka. Meskipun sang raja tidak terlalu berkomentar dan mempedulikannya di istana, Syirviyeh berhasil memberi kesan dalam benak masyarakat bahwa dialah selama ini membela hak-hak rakyat di sitana. Karena jasanyalah Persia mengalami masa kejayaan seperti ini.
                Sesudah menjilat dan mengambil muka di kalangan orang banyak, Syirviyeh merencanakan perbutan kekuasaan. Ia dengan diiringi pengikutnya menjebloskan Khusrau dan Syirin ke penjara istananya sendiri. Anak durhaka ini lantas naik tahta dan menobatkan dirinya sebagai raja.
                Yang cukup mengehrankan, raja tidak berusaha merebut kembali tahtanya. Bersama dengan Syirin mereka hidup bahagia di kamar sederhana yang membatasi gerak-geriknya.
                Melihat kebahagiaan ini merupakan kekalahan telak bagi Syirviyeh. Karena sangat menginginkan Syirin, ia berpikir bahwa Syirin masih ingin menjadi ratu dan akan datang padanya dengan senang hati. Rupanya Syirin tetap setia dengan cintanya walaupun harus meninggalkan segala kemewahan. Karena tidak tahan melihat Syirin dalam rangkulan pelukan ayahnya yang bahagia, ia sibuk membuat rencana baru.
                Saat itu tengah malam. Bulan purnama sudah muncul. Tak ada suara yang terdengar di istana. Syirviyeh diam-diam membuka pintu ruangan tempat kedua tawanan disekap. Khusrau dan Syirin tidur berdampingan dengan pulas. Cukup lama ia pandangi wajah ayahnya. Bisa ia rasakan banyaknya kemarahan dalam muka ayahnya. Dengan gemetar, ia hunus belatinya dan menancapkannya di jantung sang raja. Ia segera lari meninggalkan ruangan.
                Khusrau terbangun dan merasakan nyeri yang amat sangat di dadanya. Khusrau pun sadar bahwa ia sekarat. Tapi, karena tidak ingin membangunkan dan mengejutkan Syirin, ia menggigit bibir sambil menahan sakit dan nyeri sampai kemudian meninggal. Darah segar Khusrau membangunkan Syirin. Akan tetapi, sudah terlamabat, sebab suami tercintanya sudah menghembuskan nafas terakhirnya, dibunuh secara dingin.
                Tidak sulit bagi Syirin mengetahui siapa pembunuhnya, namun ia memilih diam. Yang dilihat orang banyak hanyalah Syirin pasrah dengan keadaan, dan dengan senang hati menerima lamaran Syirviyeh. Ia hanya meminta waktu untuk pemakaman Khusrau.
                Syirin diam-diam menyumbangakan seluruh kekayaannya pada kalangan miskin. Ia hanya menyisakan pakaian terbaiknya dan berlian yang kemudian dikenakannya saat pemakaman. Saat berjalan bersama rombongan wanita, seluruh mata terkesima dengan dandanannya yang sangat cantik dan pakaian yang sangat bagus. Benarkah ini perilaku janda yang sedang berkabung? Yang lebih parah, sang ratu menari-nari diperjalanan menuju pemakaman. Mungkin, ia bahagia dengan kematian suaminya, atau ia sudah benar-benar gila!
                Di ruang pemakaman Khusrau, ia meminta waktu untuk menyendiri dan mengucapkan selamat tinggal pada suaminya. Setelah semua orang pergi, Syirin berdiri dengan tenang dan khidmat di sebelah Khusrau, sambil memandangi mata suaminya yang tertutup. Kemudian, dengan tenang ia mengambil sesuatu dari dalam pakaiannya. Dengan mata tertutup, tanpa ragu-ragu Syirin menancapkan belati ke jantungnya sendiri. Ia kemudia ambruk di atas jasad suaminya dan meletakkan kepala di atas dada kekasihnya. Perlahan, Syirin mengehembuskan nafas terakhir, dengan senyum tersungging di bibirnya. (tamat)

CATATAN
                Tidaklah jelas apakah berbagai peristiwa yang dituturkan dalam Khusrau dan Syirin benar-benar terjadi dalam sejarah, ataukah hanya imajinasi Nizhami (tokoh sufi, penutur kisah ini) semata. Namun yang pasti, ada seorang raja Persia bernama Khusrau yang berkuasa selama dinasti Sassaniyah, yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw. Ada juga sebuah monumen sejarah, pahatan dua orang pria dan satu wanita, di bukit Bistun, dekat kota Kirmansyah, Iran barat. Pahatan tersebut telah dipugar. Dewasa ini, Bistun menarik minat banyak wisatawan timur tengah. Karya seninya sangat terkenal dan dikagumi oleh para seniman, pecinta keindahan, dan mereka yang kagum dengan tema percintaan yang dikemukakannya.

*)cerita ini di kutip dari buku; Layla & Majnun, karangan Mojdeh Bayat & Muhammad Ali Jamnia, penerbit lentera.

No comments:

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...