Friday, 7 February 2014

"D" dengan huruf besar


Matahari cukup lelah untuk terus tampil di atas manusia. Kali ini ia panggil awan untuk menggantikan pentasnya sementara. Sampai tenaganya pulih kembali.

Aku adalah anak yang tidak berbeda dengan yang lainnya. Kami lahir dari rahim seoragn ibu. Kami memiliki keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara. Mungkin hanya perbedaan waktu yang membuat kami berbeda. Ada di antara mereka yang tidak memiliki banyak waktu dengan orang tuanya. Memang, manusia serba terbatas. Akan selalu terikat dan tak bisa menghindar titik pasti.

Aku tidak berbeda dengan yang lain. Secara fisik kita sama. Makan dengan tangan. Mengunyah dan berbicara dengan mulut. Berlari, bermain, tidur, dan segala aktifitas yang kita lakukan sama. Hanya saja ada sebuah perbedaan yang sangat gamblang diantara kami. Entah mereka menyadari atau tidak, tapi bagiku ini sangat jelas dan penting. Bagaimana mungkin satu-satunya sifat yang menjadikan mereka berbeda dengan hewan dan makhluk lainnya mereka abaikan?

Kemanusiaan adalah pilihan. Semua orang cukup beruntung dengan anugrah menjadi manusia. Tapi tidak semua orang berpikir untuk menjaga kemanusiaanya. Padahal kemanusiaan adalah dinding nyata yang memisahkan antara hewan dan ‘manusia’ yang sesungguhnya. Entahlah, aku berharap mereka dapat menciptakan alasan yang rasional ketika kutanya perihal tersebut.

Kita mulai ceritanya:
Hari cukup cerah untuk memulai hari. siang ini ada sebuah janjian makan siang antara aku, dia, dan mereka.
Kami adalah sahabat sejak kecil. Semua jenjang pendidikan yang menjadi standar negara kami lewati bersama dengan penuh kesenangan. Sampai datang hari dimana kami harus memulai tingkat yang baru. Yang mau tidak mau memisahkan ‘kelas’ kami. Pemilihan jurusan kuliah. Namun kami sepakat untuk tetap berada di universitas yang sama meskipun berada di kelas yang berbeda.

Sebenarnya perasaan ini sudah lama kurasakan. Sejak awal menginjak bangku kelas sepuluh kalau tidak salah. Kami adalah berlima, dua diantaranya adalah wanita. Setiap kali kami bertemu selalu kurasakan degup jantung yang begitu kencang yang membuatku salah tingkah! Awalnya aku mengira ada yang tidak beres dengan diriku. Namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengetahuanku, aku sadar. Inilah yang biasa disebut orang sebagai cinta pertama.

“Ahh, betapa menyenangkannya rasa cinta ini”, begitu pikirku. Setiap kali pertemuan kami lakukan, semua letih dan pikiran sebelumnya sirna seketika. Seakan terlahir kembali. Setiap kali wajahnya nan cantik terbayang di benakku, sebuah api menyala dan makin besar di hatiku. Membakar semangat untuk segala aktifitas. Seakan tidak ada yang tak mungkin. Dan hal ini terus berjalan sampai sekarang. Di hari kamis yang cerah ini. Empat tahun sejak pertama cinta mengenalkan dirinya padaku. Sebelumnya aku terlalu malu (baca; pengecut) untuk mengungkapkan rasa cintaku padanya. Membuat pertanyaan yang menjadi olok-olokan teman sekolah menghatui pikiranku; aku laki-laki atau bukan. Ok, setelah melakukan persiapan batin aku berniat mengambil langkah berani. Tidak hanya menyatakan cintaku tapi akan ku genggam tangannya dan ku gandeng dia ke tingkat yang lebih serius. Akan ku lamar dia. Siang  ini di hadapan sahabat-sahabat setia kami.

Dalam percakapan kami di telpon, dia bilang akan menyampaikan kabar gembira. Entah apa itu, aku tidak cukup fokus untuk memikirkannya. Terlalu larut dalam rasa tegang dan senang akan apa yang akan ku hadapi sebentar lagi. Ku kendarai SUV hitam menuju tempat perjanjian.

Hari ini (kamis), jam 1 siang, di salah satu rumah makan ternama di kota.

Saat sampai, area parkir dipenuhi mobil-mobil mewah. Cukup lama sampai aku menemukan satu space kosong. Selama pencarain kulihat mobil teman-temanku sudah terparkir rapih disana. Mereka sampai duluan.

Aku memasuki pintu utama. Kulihat setiap meja penuh oleh pengunjung. Aku menyusuri setiap meja sampai akhirnya ketemukan empat wajah yang tak asing di pojok ruangan. Dengan semangat langsung ku samperi mereka.

Setelah salam hangat dan sangat menyenangkan dari setiap sahabatku, aku langsung mengambil tempat duduk. Tapi ada yang aneh, kupikir hanya akan ada lima bangku di meja ini. Aku menemukan satu wajah asing diantara kami, duduk debelah ‘dia’!

Dengan berani kutanya identitasnya. Semua diam sambil saling tatap dan menyembunyikan senyum jailnya. Tidak ada yang menjawab. Dengan tenang kutanya kembali. dia yang menjawab. dia bertunangan dengan lelaki ini. Dengan tidak percaya aku diam. Dengan tawa kecewa kutinggalkan mereka. Setaip mata memandang keheranan. Berusaha menahanku untuk pergi. Dengan pertanya ‘kenapa?’ mereka menahanku. Ku lepaskan pegangan mereka tanpa sepatah kata pun keluar dari mulit ini. Kutinggalkan mereka tanpa sedikitpun mengenal isi hatiku.

**
Tadinya aku percaya cinta. Sejak kejadian 4 tahun lalu, yang berujung pada cedera hati yang luar biasa kemarin. Sejak kejadian di rumah makan, aku lebih banyak diam, merenung.

Aku pikir cinta ini takdir. Tidak akan meleset sedikitpun meskipun kutunda belasan maupun puluhan tahun. Tidak kusangaka cinta akan mengkhianatiku seperti ini. Tidak, bukan. Bukan cinta yang mengkhianatiku. Malahan dia tetap setia berada di hatiku meskipun sakit yang sangat jadi konsekuensi. Tapi tempat aku menaruhnyalah yang salah. Sial, aku tertipu. Kupikir dengan setiap detik kebersamaan kami, dan kebaikannya padaku dia menaruh rasa yang sama padaku.

Aku mulai dan terus berpikir. Banyaknya berdiam diri membuatku berteman cukup baik dengan ‘pikiran’ yang sebelumnya aku campakkan. Selama ini keinginan dan nafsu selalu jadi haluanku. Dan sekarang, kedua hal yang selalu mengekangku pergi begitu saja. Seakan kami tidak pernah bertemu dan berhubungan. Semua keinginan hilang seketika. Dan berpikir justru menemaniku setiap saat.

Baru kusadari bahwa ternyata berpikir adalah hal yang menyenangkan. Bukan hanya karena keberadaanya yang selalu ada dikala aku kesepian, tapi lebih kepada pertunjukan yang ia tawarkan padaku. Ia tunjukan padaku segala hal dari sisi yang selama ini tidak kusadari. Yang paling nyata dan jelas adalah disetiap tawa dan kesenangan kami, selalu ada orang-orang yang dengan baju lusuh dan kesabarannya berharap seteguk air dari manusia-manusi congkak yang bahkan tidak menengok kearahnya! Berpikir juga menunjukkan padaku bahwa lembaran yang diproduksi, dicari, diperjuangkan, dan dihabiskan oleh manusia sendiri adalah barang menjijikan yang tidak memberikan kebahagiaan yang berarti sama sekali. Bayangkan, seorang yang tampan, pintar, dengan istri dan anak yang cantik harus mengabdikan dirinya untuk sebuah kertas yang dengan mudah terbakar dan hilang tak berbekas. Memangnya tidak ada hal yang lebih bermanfaat dan terhormat yang bisa ia lakukan?

Berpikir juga membuatku menyadari satu hal yang sangat penting. Kusaksikan dan kualami berbagai hal yang menjatuhkan diri kami ke derajat setingkat hewan. Berpikir adalah salah hal yang membedakan kami dengan hewan. Tapi begitu banyak dari kami yang meninggalkannya. Mejadikan kami tidak lebih dari keledai yang bisa bicara. Dengan congkaknya, kami menganggap bahwa ilmu pengetahuan yang diciptakan manusia-manusia dulu sudah cukup buat kami. “Tinggal kita nikamti buah dari pohon pengetahuan mereka. Buat apa repot-repot mikir lagi? Segalanya sudah gampang dan enak kok”. Padahal, tanpa perawatan yang baik, pohon akan jadi jelek dan rusak, dan akhirnya mati. Ilmu itu harus dirawat. Dengan terus menginvestasikannya di pentas pemikiran, dan terus menambah lembar pada rak perpustakaan.

Lalu kupikirkan cinta. Kupikir dia hanya sekedar wadah yang salah untuk cintaku. Tapi setelah menyadari semua kesamaan kami, dia dan siapapun di dunia rupanya sama. Denganku pun sama. Semuanya  bisa melakukan hal yang sama dengannya. Lalu apa? Apa gunanya cinta? Setelah diskusi lama dengan pikiran kami berkesimpulan, bahwa agar bermanfaat, cinta yang tumbuh entah dari mana harus ditaruh di tempat yang sempurna. Wadah yang dengan kualitasnya, tidak akan ada untuk kedua kalinya dan memang tidak perlu. Karena keberadaanya tidak akan pernah hilang. Aku bertanya lagi, memangnya ada yang seperti itu? Apa yang sempurna? Dimana aku bisa menemukannya? Bagaimana aku bisa mencapainya? Cintaku sudah begitu haus akan kepuasan dan ketenangan. Sepintas pikiran berbisik di benakku, dia bilang; “kau bisa menemukannya dalam dirimu sendiri. Cukup cermati sekitar dan siapa dirimu. Dialah yang pada awalnya meniupkanmu pada perut  ibumu. Dan sedikit bocoran, dialah yang menanam cinta dalam hatimu yang membuat hidupmu lebih berarti. Agar cinta-Nya mendapat balasan yang setimpal. Dialah Dia. Dengan “D” berhuruf besar. Yang baru akan kau sadari, setelah sekian lama kau bersama dengan-Nya.”

Diselesaikan dengan keterbatasan dunia pikiranku, memalukan.
Tidak bagus, tapi apakah kau tega mengatakannya jelek?
Calon Pecinta
Bangil, 21 Januari 2014

1 comment:

Unknown said...

mat ini demi apa lo pernah hareman ?

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...