Monday, 31 July 2023

Berkenalan Dengan Druze

Sebagai salah satu kelompok agama yang resmi diakui negara, Druze mendapat jatah delapan kursi dari total 128 kursi di parlemen. Juga dengan perkiraan jumlah penganut 5,2 persen total penduduk Lebanon, Kepala Staff Umum (Chief of General Staff—kepemimpinan militer) harus dari komunitas Druze.

Druze adalah gerakan keagamaan yang lahir di Mesir pada masa Kekhalifahan Mamluk (Fatimiyah) awal abad ke-11. Ahli mistik Ismaili (denominasi Syiah), Hamzah bin Ali dan Muhammad Ad-Darazi datang dari Persia dan memulai sebuah majlis eksklusif untuk kalangan bangsawan dan intelektual dengan dukungan Khalifah Al-Hakim. Majlis ini terbentuk dari sebuah ambisi menyatukan seluruh agama dan manusia dalam sebuah ajaran tauhid yang paripurna (unitarian, muwahhid). Tiga nilai utama yang jadi fokus adalah monoteisme (tauhid), tunduk pada Tuhan, dan keadilan sosial.

Pada masa ini, terjadi perpecahan antara Hamzah dan Darazi. Pemikiran Darazi berkembang dari misi universal sampai beranggapan bahwa Tuhan telah memanifestasikan diri-Nya dalam bentuk manusia, khususnya Ali bin Abi Thalib dan keturunannnya (termasuk Khalifah Al-Hakim), serta dirinya adalah “Pedang Keimanan”. Hamzah marah, dan menulis pernyataan bahwa Darazi telah sesat, dan menolak penggunaan pedang untuk menyebarkan agama.

Tahun 1016, Darazi membuka dan mengenalkan pemikirannya pada masyarakat. Namun gerakan Darazi ditolak dan menyulut protes keras dari berbagai kalangan di Kairo. Darazi kemudian diusir dan dilarang berceramah selama satu tahun. Tahun 1018, Darazi dibunuh karena ajarannya, namun ada sumber yang mengatakan bahwa ia dieksekusi oleh khalifah.

Setahun setelah protes, giliran Hamzah yang mendakwahkan doktrinnya. Kini gerakan ini mendapat dukungan penuh dari khalifah yang langsung mengeluarkan dekrit kebebasan beragama. Dengan dukungan ini, gerakan Hamzah (seterusnya akan disebut komunitas Druze) tersebar ke seantero negeri.

Beberapa tahun kemudian, Al-Hakim menghilang dalam sebuah perjalanan dan dipercaya oleh komunitas Druze telah moksa bersama Hamzah dan tiga petinggi komunitas ke-haribaan-Nya. Namun ada dugaan bahwa ia dibunuh oleh kakak perempuannya, Sitt Al-Mulk. Anak Al-Hakim yang masih di bawah umur, Zahir menggantikan posisi ayahnya dan menjadikan Sitt sebagai walinya. Sementara kepemimpinan Druze dipegang orang yang telah ditunjuk Hamzah, Muqtana Bahauddin.

Komunitas Druze mengakui Zahir sebagai khalifah, dan memandang Hamzah sebagai Imam (pemegang otoritas agama Islam tertinggi yang meneruskan ajaran Nabi Muhammad). Tapi Zahir ingin komunitas Druze juga menerimanya sebagai Imam. Banyak mata-mata dan propagandis dari sisa pengikut Darazi lalu memasuki komunitas Druze dengan tujuan memecah dan menjatuhkan reputasi komunitas ini. Penolakan permintaan khalifah dan aksi spionase pengikut Darazi berujung pada baku hantam antara penguasa dan komunitas Druze. Yang paling parah terjadi di Antioch di mana 5.000 pemimpin Druze tewas di tangan militer. Persekusi ini berlangsung selama tujuh tahun, dan perlahan komunitas Druze menutupi indentitasnya. Mereka yang selamat kebanyakan berpusat di Lebanon Selatan dan Suriah.

Dua tahun pasca kematian Zahir (1036), komunitas Druze baru bisa bernapas kembali dan bergerak secara terbuka—karena khalifah yang baru punya hubungan erat dengan salah satu pemuka komunitas Druze. Lalu pada tahun 1043, Bahauddin mendeklarasikan ‘penutupan ajaran’. Setelah 27 tahun mengajak manusia pada ajaran monoteisnya, mereka melihat sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk menyatukan manusia. Maka Druze pun tak lagi mengajarkan pahamnya dan tak lagi menerima pengikut baru, pun keluarnya pengikut—yang sampai saat ini masih berlaku.

Saat ini di Lebanon, komunitas Druze berpusat di Mount Lebanon dan beberapa bagian Lebanon Selatan. Jumlahnya ditaksir sekitar 200.000 manusia. Tidak ada yang bisa menjadi Druze kecuali lahir dari dua orang tua Druze. Secara tradisi, komunitas ini melarang anggotanya menikah dengan komunitas luar.

Sesi ‘peribadatan’ mereka berlangsung sangat rahasia. Khusus untuk keturunan Druze yang mendeklarasikan penyerahan diri pada agama—dengan mengambil kelas khusus selama tiga bulan, dan membuktikan bahwa ia jauh dari ‘tujuh dosa besar’. Sesi rahasia ini berlangsung pada malam Jumat di hilwah (semacam masjid), di mana para kyai (mereka yang sudah menyerahkan dirinya pada agama) bergumul dengan kitab ajarannya yang bernama Al-Hikma.

Bagi Druze, reinkarnasi adalah bentuk dari keadilan Tuhan. Sebagai kesempatan kedua bagi jiwa (khususnya yang mati muda) untuk kembali ke dunia dan menyempurnakan dirinya sebelum benar-benar menyatu dengan Tuhan.

Meski mengamini beberapa dogma Kristiani, dan mengandung banyak pemikiran filsuf Yunani, sebagian besar sumber paham Druze masih berasal dari Alquran dan hadis Nabi Muhammad (sebagaimana akarnya dari Islam Ismaili). Hanya saja, mereka berusaha memperluas cakupan firman dalam Alquran dengan melakukan tafsiran yang lebih universal—hal ini bisa dipahami dari upaya pencetusnya menyatukan beragam aliran keagamaan dalam kesepakatan ketuhanan yang satu. Sementara untuk kewajiban-kewajiban seperti solat, puasa, dan zakat mereka melihatnya sebagai aktifitas jiwa dan sosial ketimbang ritual simbolik. Akibatnya, banyak perdebatan di kalangan ulama Muslim soal status ke-muslim-an anggota Druze. Namun konstitusi Lebanon tetap memasukkan Druze dalam daftar pecahan Islam.

Komunitas Druze sendiri lebih senang menyebut dirinya “Muwahhiduun” (Para Monoteis) ketimbang Muslim. Sementara nama ‘Druze’ awal kali digunakan sejarawan dalam kaitan komunitas dengan Muhammad Darazi—yang dalam teks-teks komunitas Druze kini disebut seorang bidah dan sesat.

Druze menganggap dirinya sebagai evolusi dari pergerakan Yahudi, Kristen, kemudian Islam. Sebuah gerakan yang tak lain melayani keinginan Tuhan yang rindu pada dirinya sendiri. Dan peleburan batas-batas praktis antar ajaran dilihat sebagai konsekuensi logis dari mimpi menyatukan manusia di bawah payung ketuhanan Yang Maha Esa. Ritual tak boleh memisahkan satu jiwa dengan yang lainnya karena ia bukan tujuan tapi jalan. Melihat semua ini, tak heran ketika sejarawan Perancis, Gerard de Nerval menyebut Druze dengan nama: Islam Freemason.

13-‎23 ‎June ‎2019

No comments:

Post a Comment

Zahra

thank you thank you for making my day full of love i cant help but realize that i even live in your room now my mind never been here with me...